Kementerian Keuangan mencatat hingga akhir bulan September 2017 merinci lima daerah dengan dana simpanan pemda di perbankan terbesar, diantaranya Pemda Kabupaten Bekasi dengan dana yang mengendap sebesar Rp1,68 triliun. Sebelumnya di tahun 2016 dana Pemda Kabupaten Bekasi juga menjadi sorotan karena ada dana pemda yang mengendap di perbankan daerah sebesar Rp1,545 Triliun.
Mengendapnya Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Bekasi juga akan berimbas pada pembangunan. Rupanya anggaran yang mengendap menjadi pendapatan tambahan dari bunga deposito kas daerah dengan bunga 7 persen itu, karena pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor lainnya ditargetkan mencapai Rp70 miliar.
Kepala Badan Pengelolaan, Keuangan, dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Bekasi, Juhandi mengelak kalau dana Pemda di perbankan daerah bukan dana yang mengendap, namun anggaran yang tidak terserap oleh SKPD dengan jumlah sekitar Rp1,68 triliun yaitu berada di deposito sebesar Rp1,3 triliun dan kas giro Rp380 miliar yang berada di Bank BJB.
“Jadi ini (dana pemda di bank) bukan tidak terpakai, tapi tidak terserap oleh SKPD, karena anggaran dari DAK dan DAU juga PAD sudah masuk tapi penyerapannya lambat” kata Juhandi.
Dikatakan Juhandi ada target yang diberikan tim badan anggaran DPRD Kabupaten Bekasi sebesar Rp70 miliar karena selama ini dinilai penyerapan rendah, hingga BKAD berinisiasi anggaran dari kas giro dialihkan ke Deposito, namun target ini tidak akan tercapai bila penyerapan tepat waktu hingga tidak ada anggaran yang didepositokan.
“Artinya tidak ada lagi anggaran yang disebut mengendap, bila memang penyerapannya sesuai tapi kita sih berharap tidak ada target,” kata dia.
Lanjut Juhandi, adanya dana Pemda Kabupaten Bekasi sebesar Rp1,68 triliun di perbankan daerah yang diketahui oleh kementerian keuangan karena kegiatan keuangan daerah sekarang ini daring (online) dengan Kementerian Keuangan. Namun, sekali lagi ia menegaskan dana pemda itu tidak mengendap.
“Jadi bedakan anggaran yang mengendap dengan anggaran yang tidak terserap oleh SKPD,” kelit dia.
Juhadi mengakui kalau penyerapan anggaran hingga akhir Oktober 2017 penyerapan anggaran di rata-rata SKPD baru mencapai 60 persen. Sedangkan SKPD dengan penguna anggaran besar seperti Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) di bawah 60 persen. Artinya kata dia bila SKPD tidak menyerap dengan baik Sisa Lebih Pengunaan Anggaran (Silpa) di tahun 2017 akan besar.
“Sekarang kita lihat nih komitmen SKPD sejauh mana kan masih ada beberapa bulan lagi untuk melakukan kegiatan,” imbuhnya.
Terpisah, Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Bekasi Yudhi Darmansyah membantah adanya target yang diberikan DPRD untuk dana pemda yang didepositokan sebesar Rp70 miliar karena itu sama saja DPRD menyarankan supaya penyerapan lambat.
“Angka Rp70 miliar itu hasil hitung-hitungan dana pemda di bank yang didepositokan karena anggaran yang tidak terserap bukan berarti target yang diberikan,” kata dia
Dikatakan Yudhi pendapatan dari bunga deposito sebenarnya bukan suatu hal yang diharapkan namun karena penyerapan rendah harus ada ekses yang diberikan, tapi sejati DPRD menginginkan penyerapan bisa berjalan dengan sesuai kegiatan yang dibuat Daftar Pengguna Anggaran (DPA).
“Ini kan akibat dari rendahnya penyerapan anggaran yang terjadi setiap tahunnya” ujar dia.
Lanjut Yudhi meski ada yang didapatkan dari pendapatan sektor dana pemda di perbankan daerah namun ada dampak lainnya yang juga harus diperhatikan yaitu pemotongan Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Alokasi Umum (DAU) dari pemerintah pusat karena besarnya anggaran yang tidak terpakai akan menjadi Silpa.
“Jadi intinya sih di penyerapan yang muaranya pada kinerja SKPD, makanya saya bilang kalau Bupati beralasan tahun ini penyerapan rendah karena ekses pilkada itu tidak tepat karena rendahnya penyerapan juga terjadi ditahun 2016 dan uang mengendap di bank juga sudah disoroti sebelumnya,” tandasnya.
(dho)
SUMBER:pojoksatu.id
from ENTER BOGOR http://ift.tt/2lx0gL5
0 komentar:
Posting Komentar