Jumat, 27 April 2018
Pemerintah Kota Bogor diminta tegas mengawasi proses balling transplanting pohon, yang ditebang di depan proyek Transmart, Jalan KH Abdullah Bin Nuh. Pasalnya, para pengembang kerap abai setelah memindahkan pohon dari lokasi semula.
Pemerhati pohon lingkungan dan lanskap pada Institut Pertanian Bogor, Prof Hadi Susilo Arifin menjelaskan, Kota Bogor memiliki Perda RTRW turunan dari Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Perencaaan Tata Ruang. Selama pembangunan berlangsung di zona yang benar, maka tidak jadi permasalahan jika bukan area terbuka hijau.
“Jika di sana ada tanaman, etisnya tanaman itu tidak dibunuh tetapi dipindahkan. Dengan menggunakan transplanting, salah satu metodenya dengan balling. Akar dibentuk bola dan dipindahkan,” paparnya.
Lebih lanjut Hadi menjelaskan, penebangan dan transplanting pohon memiliki kriteria dari mulai usia dan jenis pohon. Pohon juga tidak boleh ditebang. Misalnya, pohon itu sudah dewasa, tidak bisa diganti dengan satu pohon atau dengan berapa pohon. “Konsekuensinya adalah memindahkan dengan transplanting untuk mengamankan pohon agar tidak mati,” jelasnya.
Kedua, tutur Hadi, pohon memiliki nilai sejarah oleh siapa ditanam, dan hasil gotong royong masyarakat. Jika sangat berarti maka tidak boleh ditebang. Terakhir, yakni pohon harus dari jenis yang berusia panjang. Pohon ini lebih baik dipindahkan daripada ditebang.
Namun di perkotaan, ada pohon yang tumbuh cepat dan berusia pendek. Misalnya, 10 tahun sudah mati, saat delapan tahun dipindahkan hanya bertahan selama dua tahun. Pohon jenis ini, kata Hadi, dari segi keilmuan, jika diterapkan transplanting akan memakan biaya mahal. Sementara persentase hidupnya berisiko saat baru dipindah akan mati.
“Ini menjadi boros, jadi harus cermat dan tidak boleh gegabah. Ada metode lain, misalnya satu batang diganti dengan jumlah lebih banyak. Misal diganti 1.000 pohon. Menanamnya pun tidak asal jadi,” ucapnya.
Dalam konsekuensi ini, pengembang perlu diawasi. Artinya tidak sekadar mengganti, tapi juga merawat dan memilih lokasi tanaman serta harus tumbuh dengan benar. Sehingga ada kontrak persetujuan antara pengembang dan pemerintah.
“Jadi, tidak semata-mata menebang pohon memberi dampak apa. Jika merusak harus diberi masukan. Jika tidak setuju ditebang, maka diberi solusi transplanting,” jelasnya.
Ketua Yayasan Hutan Lestari Indonesia (YHLI) Ardedi Tanjung, menilai pemerintah harus mengawasi proses balling yang dilakukan pengembang. Artinya, jika ada 10 pohon ditumbangkan maka harus ada 10 pohon yang dipindahkan.
“Biasanya, pengusaha itu setelah balling diabaikan. Kan sayang, harusnya diawasi,” ujarnya kepada Radar Bogor, kemarin.
Lanjut Ardedi, perilaku tersebut menjadi pembicaraan di komunitas peduli lingkungan. Dalam pembahasannya, kata dia, solusinya adalah mem-balling lebih dulu sebelum ditebang.
“Banyak komunitas mempertanyakan, kenapa banyak pohon ditebang untuk pembangunan? Seperti LRT, di tol, dan mal,” katanya.
YHLI meminta pemerintah berkomitmen tegas dalam mengawasi lingkungan.
Aktivis Forest Watch Indonesia (FWI), Anggi Putra Yoga menilai, seharusnya Bogor memberi sumbangsih penggalakkan hutan. Dalam hal ini, menghutankan kembali wilayah yang kritis.
Menurutnya, perlu ada penataan di perkotaan yang terinternalisasi dalam rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD). Jika sudah terinternalisasi, kata dia, seharusnya tidak ada sikap pemerintah yang merusak pohon.
Terpisah, Kasi Pemeliharaan Taman pada Dinas Perumahan dan Permukiman (Disperumkim) Kota Bogor, Erwin Gunawan menjelaskan bahwa membutuhkan waktu sekitar tiga hingga empat pekan untuk bisa menanam kembali 18 pohon yang kini dikarantina. “Karantina untuk jenis pohon kenari lebih lama dari pohon lainnya, kurang lebih tiga minggu sampai empat minggu. Treatment-nya disimpan di tempat teduh. Disiram dan diberi obat perangsang akar, agar dapat segera ditanam,” jelasnya.
Erwin mengaku belum tahu pohon-pohon tersebut akan ditanam di mana nantinya. Namun, sudah ada beberapa opsi yang disiapkan pihak Pertamanan. “Itu bisa di sekitar kanan-kiri BORR yang sudah dibangun, sebelum lampu merah perempatan Lotte. Bisa kalau akarnya sudah tumbuh kembali dan sudah adaptasi,” papar Erwin.
Ia menjelaskan, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi pemilik proyek sebelum menghilangkan pohon-pohon di jalur hijau. Persyaratan tersebut, antara lain, melampirkan dokumen-dokumen perizinan seperti fotokopi KTP, siteplan, Izin Mendirikan Bangunan (IMB), sartek lalin, dan lain-lain. “Mengacu kepada nilai ekologi atau lingkungan dari manfaat keberadaan pohon tersebut. Berdasarkan referensi dari daerah-daerah lain dan hasil kajian,” tukasnya.
Saat wartawan koran ini melihat langsung pohon-pohon yang dikarantika ke lokasi pembibitan pohon di Ciremai Ujung, Kecamatan Bogor Utara, ke-18 pohon masih dibiarkan menumpuk. Masing-masing akar dari pohon dibungkus karung agar setelah dikarantina bisa kembali ditanam.
Seperti diungkapkan Koordinator Pembibitan Kota Bogor, Hendra Irawan. Dia mengaku baru mengetahui keesokan harinya, setelah 18 batang pohon itu diletakkan pada Senin (23/4) sore. “Yang karantina masih belum tahu, karena baru Senin sore adanya. Enggak ada kabar dulu sebelumnya,” jelasnya saat ditemui Radar Bogor, kemarin.
Ia bersama petugas lainnya diminta merawat batang-batang pohon hasil balling dari tepian Jalan KH Abdullah Bin Nuh itu. Meski baru pertama kali, ia optimis bisa merawat pohon-pohon yang dianggapnya tidak mati itu, sampai bisa ditanam kembali. “Disuruh merawat. Dikasih obat supaya tidak mati, disemprot di bagian akar. Walaupun keadaan seperti ini tapi dia akarnya hidup,” terangnya.
Sumber : radarbogor.id
from ENTER BOGOR https://ift.tt/2Hv9mCv
Tegas Awasi Proses Balling Pohon
di
3:34:00 AM
Pemerintah Kota Bogor diminta tegas mengawasi proses balling transplanting pohon, yang ditebang di depan proyek Transmart, Jalan KH Abdullah Bin Nuh. Pasalnya, para pengembang kerap abai setelah memindahkan pohon dari lokasi semula.
Pemerhati pohon lingkungan dan lanskap pada Institut Pertanian Bogor, Prof Hadi Susilo Arifin menjelaskan, Kota Bogor memiliki Perda RTRW turunan dari Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Perencaaan Tata Ruang. Selama pembangunan berlangsung di zona yang benar, maka tidak jadi permasalahan jika bukan area terbuka hijau.
“Jika di sana ada tanaman, etisnya tanaman itu tidak dibunuh tetapi dipindahkan. Dengan menggunakan transplanting, salah satu metodenya dengan balling. Akar dibentuk bola dan dipindahkan,” paparnya.
Lebih lanjut Hadi menjelaskan, penebangan dan transplanting pohon memiliki kriteria dari mulai usia dan jenis pohon. Pohon juga tidak boleh ditebang. Misalnya, pohon itu sudah dewasa, tidak bisa diganti dengan satu pohon atau dengan berapa pohon. “Konsekuensinya adalah memindahkan dengan transplanting untuk mengamankan pohon agar tidak mati,” jelasnya.
Kedua, tutur Hadi, pohon memiliki nilai sejarah oleh siapa ditanam, dan hasil gotong royong masyarakat. Jika sangat berarti maka tidak boleh ditebang. Terakhir, yakni pohon harus dari jenis yang berusia panjang. Pohon ini lebih baik dipindahkan daripada ditebang.
Namun di perkotaan, ada pohon yang tumbuh cepat dan berusia pendek. Misalnya, 10 tahun sudah mati, saat delapan tahun dipindahkan hanya bertahan selama dua tahun. Pohon jenis ini, kata Hadi, dari segi keilmuan, jika diterapkan transplanting akan memakan biaya mahal. Sementara persentase hidupnya berisiko saat baru dipindah akan mati.
“Ini menjadi boros, jadi harus cermat dan tidak boleh gegabah. Ada metode lain, misalnya satu batang diganti dengan jumlah lebih banyak. Misal diganti 1.000 pohon. Menanamnya pun tidak asal jadi,” ucapnya.
Dalam konsekuensi ini, pengembang perlu diawasi. Artinya tidak sekadar mengganti, tapi juga merawat dan memilih lokasi tanaman serta harus tumbuh dengan benar. Sehingga ada kontrak persetujuan antara pengembang dan pemerintah.
“Jadi, tidak semata-mata menebang pohon memberi dampak apa. Jika merusak harus diberi masukan. Jika tidak setuju ditebang, maka diberi solusi transplanting,” jelasnya.
Ketua Yayasan Hutan Lestari Indonesia (YHLI) Ardedi Tanjung, menilai pemerintah harus mengawasi proses balling yang dilakukan pengembang. Artinya, jika ada 10 pohon ditumbangkan maka harus ada 10 pohon yang dipindahkan.
“Biasanya, pengusaha itu setelah balling diabaikan. Kan sayang, harusnya diawasi,” ujarnya kepada Radar Bogor, kemarin.
Lanjut Ardedi, perilaku tersebut menjadi pembicaraan di komunitas peduli lingkungan. Dalam pembahasannya, kata dia, solusinya adalah mem-balling lebih dulu sebelum ditebang.
“Banyak komunitas mempertanyakan, kenapa banyak pohon ditebang untuk pembangunan? Seperti LRT, di tol, dan mal,” katanya.
YHLI meminta pemerintah berkomitmen tegas dalam mengawasi lingkungan.
Aktivis Forest Watch Indonesia (FWI), Anggi Putra Yoga menilai, seharusnya Bogor memberi sumbangsih penggalakkan hutan. Dalam hal ini, menghutankan kembali wilayah yang kritis.
Menurutnya, perlu ada penataan di perkotaan yang terinternalisasi dalam rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD). Jika sudah terinternalisasi, kata dia, seharusnya tidak ada sikap pemerintah yang merusak pohon.
Terpisah, Kasi Pemeliharaan Taman pada Dinas Perumahan dan Permukiman (Disperumkim) Kota Bogor, Erwin Gunawan menjelaskan bahwa membutuhkan waktu sekitar tiga hingga empat pekan untuk bisa menanam kembali 18 pohon yang kini dikarantina. “Karantina untuk jenis pohon kenari lebih lama dari pohon lainnya, kurang lebih tiga minggu sampai empat minggu. Treatment-nya disimpan di tempat teduh. Disiram dan diberi obat perangsang akar, agar dapat segera ditanam,” jelasnya.
Erwin mengaku belum tahu pohon-pohon tersebut akan ditanam di mana nantinya. Namun, sudah ada beberapa opsi yang disiapkan pihak Pertamanan. “Itu bisa di sekitar kanan-kiri BORR yang sudah dibangun, sebelum lampu merah perempatan Lotte. Bisa kalau akarnya sudah tumbuh kembali dan sudah adaptasi,” papar Erwin.
Ia menjelaskan, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi pemilik proyek sebelum menghilangkan pohon-pohon di jalur hijau. Persyaratan tersebut, antara lain, melampirkan dokumen-dokumen perizinan seperti fotokopi KTP, siteplan, Izin Mendirikan Bangunan (IMB), sartek lalin, dan lain-lain. “Mengacu kepada nilai ekologi atau lingkungan dari manfaat keberadaan pohon tersebut. Berdasarkan referensi dari daerah-daerah lain dan hasil kajian,” tukasnya.
Saat wartawan koran ini melihat langsung pohon-pohon yang dikarantika ke lokasi pembibitan pohon di Ciremai Ujung, Kecamatan Bogor Utara, ke-18 pohon masih dibiarkan menumpuk. Masing-masing akar dari pohon dibungkus karung agar setelah dikarantina bisa kembali ditanam.
Seperti diungkapkan Koordinator Pembibitan Kota Bogor, Hendra Irawan. Dia mengaku baru mengetahui keesokan harinya, setelah 18 batang pohon itu diletakkan pada Senin (23/4) sore. “Yang karantina masih belum tahu, karena baru Senin sore adanya. Enggak ada kabar dulu sebelumnya,” jelasnya saat ditemui Radar Bogor, kemarin.
Ia bersama petugas lainnya diminta merawat batang-batang pohon hasil balling dari tepian Jalan KH Abdullah Bin Nuh itu. Meski baru pertama kali, ia optimis bisa merawat pohon-pohon yang dianggapnya tidak mati itu, sampai bisa ditanam kembali. “Disuruh merawat. Dikasih obat supaya tidak mati, disemprot di bagian akar. Walaupun keadaan seperti ini tapi dia akarnya hidup,” terangnya.
Sumber : radarbogor.id
from ENTER BOGOR https://ift.tt/2Hv9mCv
Tags :
ENTER BOGOR
Related : Tegas Awasi Proses Balling Pohon
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar